Jumat, 10 Desember 2010

POTRET PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA PASCA REFORMASI

Runtuhnya rezim orede baru membawa perubahan bagi peta peradaban di Indonesia, tidak hanya dari segi politik, pergerakan islam pun mendapatkan pencerahan. Sebagian besar organisasi islam yang dahulunya dibawah pengaruh rezim soeharto mulai berbenah diri, untuk memperbaiki sitem dan kembali ketujuan awal mereka sebagai organisasi islam.
''Organisasi-organisasi islam yang dulunya terkurung ,mulai berani menunjukkan taring mereka, para aktivis islam mulai berbenah untuk membangun organisasi-organisasi baru, mulai dari remaja di masjid, sampai aktivis-aktivis di kampus. Parpol-parpol (partai politik) yang berlabelkan islam mulai bangkit kembali, menawarkan diri mereka kepada masyarakat untuk mengikuti pesta demokrasi.
Yayasan-yayasan pendidikan islam mulai menjamur di santero penjuru nusantara, dengan berbagai pelayanan yang mereka tawarkan.
Suka atau tidak suka, organisasi islam yang telah mapan secara kultural, struktural maupun institusional yaitu Nahdhlatul Ulama dan Muhammadiyah, serta NW harus siap bersaing dengan dinamika pergerakan islam yang semakin berkembang dengan tumbuhnya pergerakan islam yang mengadopsi atapun menyatakan sebagai bagian ataupun cabang dari organisasi islam dari luar Indonesia. Diantaranya Hizbut Tahrir, Salafiyah, Jamaah Tabligh, Tarbiyah, ataupun gerakan bawah tanah Jamaah Jihad walaupun kurang menunjukkan eksistensinya dipermukan.
Berbicara tentang islam di Indonesia, kita tidak bisa lepas dari pergerakan, dan model-model organisasi islam yang berkembang saat ini.
Madzab pertama adalah perubahan pasif dan dominatif. Kerangka pola fikir dalam golongan ini adalah lebih dekat dengan pola gerakan salafiyah dalam pergerakan islam. Sedangkan dalam tataran metode kesadaran sosial disebut dengan kesadaran magis. Penganut madzab ini lebih dekat dengan kelompok islam yang hanya menyandarkan orientasi gerak dibidang ubudiyah dan ansih dengan dinamika politik dan sosial.
Organisasi islam akar rumput seperti Nahdhlatul Ulama, NW dan kalangan tradisional serta derivatnya cukup dominan mewakili madzab ini. Karena kerangka orientasi model organisasi seperti ini adalah lebih pada upaya mempertahankan dominasi kultur dan tradisi yang telah mapan dan dianut masyarakat Indonesia, begitu pula dalam keagamaan. Pengembangan lembaga politik, sosial ataupun pendidikan dalam naungan Ormas ini lebih pada figuritas dan kepunyaan pribadi ketimbang kekuatan usaha Ormasnya.
Madzab ini juga sangat dominan dianut oleh kelompok Salafiyah atau Wahabiyah yang mengadopsi madzab keagamaan dari Arab Saudi, karena pola kemasyarakatan yang pasif dan masih didominasi Kerajaan dalam politik, sehingga tidak menuntut adanya dinamika sosial politik.
Jamaah Tabligh yang begitu tradisional dalam penerapan faham keagamaan juga secara dominan mengikuti cara pandang ini.
Madzab kedua adalah perubahan Reformatif. Dalam pandangan yang kedua ini perubahan sosial lebih dititik beratkan pada perubahan humanis, yaitu untuk membangun kesadaran individu dalam aspek manusiawi sebagai akar dari perubahan sosial yang hendak diwujudkan. Man power development menjadi sesuatu yang diharapkan untuk mewujudkan perubahan. Sedangkan secara struktural, mereka akan mengikuti pola dan struktur yang sudah ada dan dianggap sebagai sesuatu yang sudah baik, mapan dan benar dan akan berubah sesuai dengan karakter perubahan manusianya.
Dalam pandangan madzab ini model pergerakan islam modern seperti Muhammadiyah dan derivatnya cukup mewakili. Dengan program pendidikan dan amal islam yang terkelola dengan baik dan dikembangkan secara progressif, organisasi ini berusaha untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam usahanya merealisasikan perubahan kehidupan sosial, ekomnomi, pendidikan, politik yang lebih baik. Ini dibuktikan dengan kontribusi besar para tokohnya dalam usaha ikut serta menentukan pondasi negara ini walaupun dalam tataran nasionalisme.
Pergerakan islam lain yang juga condong menggunakan pendekatan paradigma perubahan-perubahan sosial model ini adalah pergerakan islam Tarbiyah. Gerakan ini memiliki orientasi utama untuk membangun konsep dan struktur berdasarkan islam dalam semua bidang dengan jargonnya AlIslam huwal Hal dan dengan cakupan global, yang mereka sebut dengan Ustadziatul ‘Alam. Namun dalam tataran geraknya mereka menggunakan tahapan-tahapan perubahan yang disebut dengan Mihwar. Sehingga gerakan ini cenderung untuk melakukan perubahan secara humanis dan reformatif islam.
Pergerakan islam ini cukup menarik untuk dicermati karena pengaruhnya yang berkembang secara signifikan. Dalam tatanan reformasi politik pergerakan ini membangun sayap politiknya melalui Partai Keadilan yang kemudian berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera, yang sekarang memiliki kemampuan politik yang cukup signifikan sebagai kekuatan partai islam terbesar,begitu pula dalam pengembangan amal islam keagamaan, pendidikan, kesehatan dan bidang sosial lainnya dengan pendirian Pesantren, Sekolah Islam, Lembaga Sosial dan Zakat serta berbagai misi sosial dan kesehatan ataupun budaya yang cukup mewarnai. Dalam pembangunan SDM, pergerakan islam ini juga cukup dominan memberikan warna keislaman di lembaga-lembaga pusat pendidikan tinggi serta lembaga riset IPTEK nasional.
Madzab ketiga adalah perubahan transformatif. Dalam pandangan ini perubahan sosial dibangun dengan kesadaran kritis revolusioner. Dalam paradigma kesadaran kritis, inti permasalahan dan perubahan sosial adalah pada struktural dalam sistem tatanan sosial, politik, ekonomi, budaya dan bidang lainnya. Sehingga perubahan sosial dapat diwujudkan melalui dialektika thesa dan antithesa untuk membangun struktur yang secara fundamen baru dan terlepas dari struktur yang ada yang dianggap rusak dan penyebab ketidakadilan.
Untuk saat ini meskipun masih belum signifikan pengaruhnya tetapi pergerakan islam revolusioner seperti Jamaah Jihad yang dalam hal ini bisa terwakili oleh Majelis Mujahidin dan Ansharuttauhid bisa mewakili cara pandang perubahan sosial dalam paradigma ini. Dengan mengadopsi pemikiran fundamentalisme ideologis Jamaah Islamiyah yang berkembang di Mesir yang kemudian melakukan tranformasi kedalam jaringan Al-Qaedah, sempalan pergerakan organisasi jihad internasional ini ingin menunjukkan eksistensinya dengan berbagai serangan teror terhadap kepentingan-kepentingan asing di negeri ini. Selain itu dalam pandangan mereka pemerintahan yang tidak berdasarkan ideologis dan hukum islam adalah wajib dihancurkan dan diperangi.
Selain model revolusi dengan kekerasan, pergerakan islam lain yang tidak menggunakan jalur kekerasan fisik tetapi dengan revolusi pemikiran yang bisa dikatagorikan menganut paradigma perubahan transformatif revolusioner ini adalah Hizbut Tahrir. Wacana dan doktrin revolusi pemikiran pergerakan islam ini dibangun dengan diskusi-diskusi, buku, booklet, ataupun selebaran-selebaran dialogis untuk memberikan pengaruh dan menanamkan keyakinannya kepada umat islam untuk mengikuti pola pikir yang mereka anut, terutama dari golongan terdidik. Metode revolusioner dalam mewujudkan perubahan sosial yang ditempuh Hizbut Tahrir dapat dikatagorikan dalam dua jalan utama. Jalan pertama untuk melakukan revolusi struktural adalah dengan merebut kepemimpinan yang mereka sebut dengan Thulabun Nusroh, atau pencarian perlindungan, dengan jalan lobi-lobi dan diskusi politik dengan pemimpin-pemimpin negara, masyarakat ataupun keagamaan mereka berusaha memberikan pengaruh pemikiran, sehingga diantara para pemimpin itu bersedia untuk menempuh jalan dan cara pandang mereka untuk bersama-sama mereka mewujudkan terbentuknya daulah islam Khilafah Islamiyah dan tegaknya syariat islam. Sedangkan jalan yang kedua adalah dengan Ash-Shira’ ul-Fikra untuk melakukan revolusi sosial, yaitu dengan memberikan pengaruh pemikiran secara luas kepada masyarakat bawah dengan cara menghancurkan wibawa pemerintahan, dan mempertontonkan kekurangan, kegagalan ataupun kebobrokan-kebobrokan kepemimpinan negara serta menganggap seluruh pemerintahan negeri-negeri islam saat ini adalah Darul Kufr alias dianggap Negara kafir. Hal tersebut bertujuan untuk menghilangkan kepercayaan masyarakat pada pemimpin-pemimpin pemerintahan terutama negeri-negeri islam, sehingga pada akhirnya akan mampu menggerakkan masyarakat untuk bersedia bergerak bersama HT melakukan revolusi terhadap rezim yang berkuasa.
Dari ketiga klasifikasi madzab perubahan sosial ini tidak berdasarkan nilai-nilai dogmatis keagamaan bahwasanya madzab yang yang satu lebih benar ketimbang madzab lainnya, namun lebih berdasarkan metode dan mekanisme transfer nilai yang ditawarkan dan dikembangkan masing-masing madzab. Madzab-madzab ini akan menentukan bagaimana platform pergerakan islam, kepemimpinan, serta pola fikir yang dianut pengikutnya yang menjadi nilai idealisme yang diperjuangkan untuk melakukan perubahan sosial.''

1 komentar:

liana mengatakan...

Bisa minta tolong diberitahu sumber-sumber tulisan ini? kebetulan saya sedang menulis tesis dan membutuhkan sumber mengenai perkembangan Islam di Indonesia pasca-reformasi, terutama yang berkaitan dengan sastra dan budaya. Terima kasih untuk bantuannya.